Santri Ponpes Darul Hikmah dalam Aksi Super Damai 212

Minggu, 13 Agustus 2017
Posted by Unknown

01 LASKAR CHENG HOO

Senin, 02 Mei 2016
Posted by Unknown
Siang sabtu selepas kuliah saya langsung pulang menuju kos di dasan agung, hari itu menjadi hari yang tidak biasa karena biasanya selepas kuliah saya menyempatkan diri untuk mengobrol dan bercanda dengan teman teman kampus barang lima sampai sepuluh menit sebelum akhirnya kami pulang bersama-sama. Sampai di kos saya langsung rebahkan badan diatas kasur kusut dibalut kain warna putih bercorak bunga mawar.
Siang itu kakak misan saya yang menjadi teman kos tidak ada disana karena mungkin sedang berada dikos temannya, maklum saja dia sudah semester akhir dan sedang menyusun skripsi sehingga minggu-minggu ini dia jarang kelihatan di kos sehingga saya sering tidur sendirian di kamar kos yang berukuran 4X5 itu.
Belum lama badan saya berbaring melepas lelah, tiba tiba  handphone saya berdering tanda panggilan masuk, segera saya raih tas yang dari awal masuk kos saya taruh diatas lemari mebel berwarna cokelat karena hape saya taruh di tas dan belum sempat mengeluarkannya. Saya perhatikan layar hape dengan cermat ternyata yang menghubungi nomor baru, dalam benak saya bergumam “ siapa gerangan orang yang memanggil ini” tanpa berpikir panjang saya tekan tombol warna hijau tanda menerima obrolan siang itu.
Assalamualakum warahmatullahiwabarkatuh” dia mengucap salam dengan nada khasnya, tanpa bertanya saya sudah bisa menebak siapa gerangan orang ini, ya dia adalah salah satu guru inspirator dan mentor yang semenjak duduk dibangku Aliyah, saya banyak belajar darinya, belum sempat saya balas salamnya dia sudah kembali menyapa “ Hai Boy..! Apa Kabar” saya semakin yakin dengan tebakan saya, karena hanya beliau yang selama ini memanggil saya Boy.
Ya dia adalah Mr. Samsul Hakim, guru qur’an hadist yang kesehariannya hobi berkebun, menembak dan mancing tanpa umpan, jika beliau tidak ada jam mengajar dipesantren, beliau akan lebih memilih menghabiskan waktunya dikebun bercocok tanam lalu malamnya menyusuri sungai dan perkebunan masyarakat dengan senapan angin dipundaknya  guna berburu.
Waalaikumsalam Wr. Wb, Alhamdulillah baik ust” jawab saya singkat, lalu beliau melanjutkan maksud dan tujuannya menelpon saya, “ Begini Boy, di Darul Hikmah kita sedang ada program English camp yang diikuti oleh anak kelas Lima, mereka ini santri kelas lima yang tidak bisa ikut pergi ke pare bersama teman temanya untuk kursus bahasa inggris karena beberapa alasan, nah agar mereka memiliki kesetaraan skill dalam bahasa inggris dengan teman temannya yang pergi kepare, saya mengusulkan agar mereka difokuskan belajar bahasa inggrisnya di darul hikmah.” Siang menjelang sore itu tiba tiba beliau menjadi sangat vokal persis seperti dosen yang sedang menjelaskan materi kuliah marketing, karena setahu saya beliau adalah guru yang jarang sekali ngomong apabila itu tidak penting, lebih lebih melalui handphone. Saya terus tetap menyimak penjelasannya hingga ia benar benar selesai bahkan saya tidak diberikan kesempatan untuk berkomentar.
Karena mungkin beliau merasa penjelasannya cukup, lalu beliau menyuruh saya agar sesekali main main ketempat kursus dan jika dirasa nyaman bisa langsung ikut nimbrung di sana biar kuliah lewat sini saja. Waktu itu saya tidak langsung mengiyakan karena harus memintak izin terlebih dahulu ke kakak misan teman kos saya, karena bagaimanapun juga dia adalah orang tua saya di kos itu. Suara speaker masjid perlahan mulai terdengar pertanda waktu ashar segera tiba, kamipun menyelesaikan obrolan itu sambil mengucap “insyallah kapan kapan saya main ke sana tad,” lalu mengucap salam untuknya.
sehari setelah percakapan saya dengan Mr. Samuel (panggilan Populernya di pesantren Nurul Haramain) saya cerita sekaligus mintak pendapat sama kakak saya tentang obrolan tempo hari perihal kursus dan bila merasa nyaman saya akan menetap tinggal disana sampai programnya selesai. Tanpa terlihat ragu di wajahnya dia sangat mendukung dan mengapresiasi apapun rencana saya.
***
Hari senin minggu itu, kuliah saya kosong, bukan karena senin tidak ada jadwal, hanya saja dosen yang mengajar hari senin minggu itu sedang keluar kota untuk kepentingan kampus. Memanfaatkan hari libur itu, sayapun siap-siap menuju tempat kursusannya Mr. Samuel.
Pagi senin itu menjadi langkah pertama saya menginjakkan kaki ditempat yang nanti orang orang menyebutnya kampung naga. Sepanjang perjalanan, dalam bayangan saya tempat itu mewah dengan fasilitas lengkap, memiliki gerbang dengan tembok penyekat yang kokoh. Ternyata pada kenyataannya tempat itu sederhana bahkan sangat sederhana, tidak ada tembok tidak ada gerbang tidak ada pula bangunan permanen yang bisa tempati hanya ada barisan tiang tiang beton besar nan kokoh menjulang tinggi menandakan suatu saat nanti tempat ini akan memiliki bangunan berlantai.
Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit dari mataram akhirnya tiba juga di didesa tanak beak. Motor yang dari tadi saya kendarai dengan kecepatan tinggi kini ampernya perlahan mulai turun dengan kecepatan rendah, sambil meraba setiap sudut berharap tempat itu segera saya temukan, karena sebelumnya saya tidak tahu persis lokasi yang dimaksud Mr Samuel dan hanya memberikan informasi bahwa tempat itu berada persis di pinggir utara jalan, tengah sawah dan hanya satu-satunya bangunan yang ada disekitaran itu.
Dari plang yang bertuliskan selamat datang didesa tanak beak, mata mulai melirik arah kiri kanan takut tempat itu terlewatkan, tak mempedulikan setiap pengendara motor yang berlalu lalang menyalip dari tadi, bahkan beberapa  pengendara sepeda motor membunyikan klakson cukup keras memintak izin untuk menyalip, namun tak saya hiraukan, dan masih tetap mengarahkan mata kearah utara jalan seperti yang diinformasikan.
Tak lama kemudian terlihat dari kejauhan sebuah bangunan tanpa atap, hanya ada deretan tiang tiang beton yang cukup besar dengan ruangan Bdek sederhana disampingnya. Dalam hati saya cukup yakin bahwa tempat itulah yang saya cari.
Sesampai disana saya menjadi tak begitu yakin  bahwa tempat itu yang dimaksud Mr. Samuel, sayapun memberhentikan motor yang saya kendarai lalu mengambil ponsel di kantong celana sebelah kiri dan mencari kontak Mr. Samuel lalu memanggilnya. “Assalmualkum sir saya sudah ditanak beak pinggir jalan tengah sawah, apa benar ini lokasi yang antum maksud” pertanyaan saya yang panjang dan kurang yakin sudah sampai dilokasi membuat dia ketawa seolah berkata, kenapa,? Lokasinya tidak sesuai dengan bayanganmu? Ya inilah lokasinya, beginilah suasananya..!
Belum lama kami bercakap-cakap beliau tiba-tiba muncul dari gerbang melambaikan tangan mengisyaratkan agar saya segera masuk. Saya kini menjadi yakin, tempatnya tidak salah, yang salah bayangan saya yang mendiskripsikan tempat itu seperti tempat kursus di kota kota pada umumnya.
Ditempat itu dan pada pertemuan itu, menjadi pertemuan pertama kali saya dengan beliau setelah hampir satu tahun tidak bertemu kembali semenjak keluar dari pondok. Saya rasanya tidak sabar ingin menjambat tangat kasarnya, sehingga motor belum terparkir dengan rapi saya sudah menjulurkan tangan dan mencium rindu telapak tangan mengharap barokah darinya.
Hari itu begitu cepat berlalu, Jam menunjukan pukul lima sore, tidak terasa sudah seharian ngobrol dengan beliau, saat itu saya putuskan untuk tidak menginap disana karena besok ada jam kuliah pagi, ditambah lagi tidak adanya pakian yang saya bawa. Saya pamit dan menjabat tangannya erat sekali seolah esok tak akan berjumpa kembali. Sebelum menghidupkan motor, beliau setengah berbisik agar besok-besok saya bisa datang kembali dan berharap ikut nimbrung di sana. “nggeh tad insyallah” kataku sambil berlalu meninggalkan tempat itu.
***
Keputusan akan meningglkan kakak misan sendirian dan kontrakan kos yang masih tersisa enam bulan lagi menjadi dilema tersendiri, bingung mau pilih yang mana, di satu sisi makan saya mungkin akan terjamin kalau tinggal di tempat kursus yang dimaksud Mr. Samuel, tapi jarak tempuh kuliah dengan tempat kursus menjadi pertimbangan, apakah saya akan benar benar bisa melewati semuanya setelah nanti berada di tempat kursus.
Seperti biasa ibu kos akan membersihkan halaman kos setiap pagi seusai shalat subuh, dan menyapa setiap anak kos yang bangun pagi untuk melaksanakan shalat subuh, minimal bertanya gimana tidurnya?, semalam banyak nyamuk tidak?. Pertanyaan seperti itu yang membuat saya merasa bahwa beliau adalah ibu saya, dan memang pada kenyataannya beliaulah ibu setiap anak kos yang ada disana. Tapi kadang kebanyakan merasa bahwa ibu kos adalah Pol. PP, karena setiap pulang telat dari biasanya, mereka akan ditanya, udah kemana, kok pulangnya jam seginian? Atau ketika bangun pagi, sedang matahari sudah cukup tinggi, sudah shalat subuh belum?. Pertanyaan seperti itu bagi mereka sangat menjengkelkan, mereka seolah mengatakan, jangan pedulikan apapun yang kami kerjakan, biarkan kami bebas karena kami sudah dewasa, kami tahu mana yang harus kami lakukan.
Kesadaran mereka akan esensi ibu kos itulah yang membuat sebagian merasa bahwa bertemu ibu kos itu tidak mengasyikan tak seperti bertemu teman teman waktu dikampus. Bagi saya ibu kos dan teman teman kampus sama saja, sama sama asyik, permasalahannya adalah kita tidak menikmati saja.
Selesai shalat subuh saya membersihkan ruangan luar tempat sepeda motor dan masak, karena kos itu memilki dua ruangan. Ruang dalam untuk tidur dan belajar, sedang ruang luar untuk parkir motor waktu malam dan masak. Setelah semua terlihat bersih saya keluar dan menemukan ibu kos masih sibuk dengan daun daun mangga yang rimbun didepan kontrakan kos. Dengan nada bercanda saya sapa ibu kos dengan menyuruh agar pohon mangga ditebang saja supaya tidak terlalu capek setiap pagi membersihkan halaman yang sampahnya didominasi oleh daun pohon mangga yang berserakan.
Beliau hanya membalas dengan senyum lalu melanjutkan kembali mengumpulkan setiap daun yang berserakan tanpa menghiraukan candaan saya, dalam hati saya bergumam, loh kenapa dengan ibu kos tidak biasanya judes seperti pagi ini, biasanya cukup dengan sapaan singkat maka beliau yang akan banyak mengeluarkan kata-kata dengan nada sejenis.
Saya menjadi negatif thinking, dan membuat saya bertanya kepada diri sendiri, apa saya pernah melakukan kesalahan beberapa hari belakangan ini sehingga membuat beliau kecewa, lama setelah duduk didepan pintu kamar kos sambil menerawang kesalahan apa yang membuat beliau begitu tak acuh.
Daun daun mangga itu sudah terkumpul dan sudah dimasukan kedalam plastik hitam lalu ditaruh dipinggir jalan depang gerbang halaman kos, beberapa menit kemudian akan datang mobil warna kuning dari petugas kebersihan kota yang mengambil setiap plastik dipinggir jalan sepanjang gank wilayah itu.
Saya masih duduk termenung disana, sejurus kemudian beliau tiba tiba hadir dengan secangkir kopi di tangan kanan dengan gelas agak besar, lalu menyapa saya, “eh kenapa, muka kusut begitu kok disimpan” katanya sambil menyeruput kopi panas yang masih terlihat mengeluarkan kukusnya, “ada masalah apa”? lanjutnya, dia mulai terlihat bersahabat keibuannya sudah kembali pagi itu, “ahh, gak ada bu” kataku singkat, “gak mungkin, saya sudah duluan lahir, wajah seperti itu sudah sering saya temukan bahkan saya sendiri tak jarang memakainya” sambil tersenyum beliau memulai candaan pagi itu.
Suasana sudah mulai cair, disana saya curhat atas kegalauan dan mintak pendapat tentang meninggalkan kos yang masih tersisa tinggal enam bulan lagi. Kata-katanya cukup menyentuh, dan menjadi salah satu alasan penguat untuk meninggalkan kos itu. “kamu masih muda, jarang anak muda mau menghabiskan waktunya untuk sesuatu yang bermanfaat, justru kebanyakan berpoya poya” begitulah kata-kata yang masih terngiang ditelinga saya sampai hari ini.
***
ketika pertama kali menginjakkan kaki ditempat itu, Masih teringat jelas bagaimana keringnya jalan utama masuk ke tempat yang kini menjadi persinggahanku. pohon-pohon masih sangat terlalu kecil untuk meneduhkan panasnya matahari di musim kemarau tiba. rerumputanpun ikut tak menunjukan partisipasinya meramaikan tanah yang kini kami sebut sebagai tanah kampung naga. karena hanya ada naga yang berdiri melilit tiang-tiang beton sepanjang satu setengah meter di halamana depan tempat itu.
di kala malam tiba, suasana seperti tak ada kehidupan yang sesungguhnya. hanya ada bantuan secercah cahaya lilin yang tak pernah saya tak syukuri. Desel yang kami punya hanya di nyalakan saat ada siaran tv yang sangat menarik. Liga championpun tak setiap malam dapat kami tonton, hanya pada pertandingan yang kami anggap memanas baru kemudian kami tergesa-gesa mencari bensin untuk menghidupkan desel. 
Saat itu, saya baru duduk di semester III di salah satu kampus negeri di mataram, (IAIN Mataram) setiap ingin berangkat kuliah harus mandi dengan bekas ikan, karena memang air kamar mandi di alirkan dari sana, syukurnya adalah saya tak pernah merasakan sakit kulit seperti perkiraan para dokter yang ketika kita menggunakan air yang kurang bersih untuk mandi dan lain sebagainya maka kita akan sering terkena penyakit, dalam hati saya membantin dan bersyukur inilah berkah tuhan atas niat ikhlas melakukan perbuatan baik.
Waktu terus berjalan dengan segala cara dan atas tuntunan petua kami, akhirnya satu tahun lebih sudah berlalu, kekeringan yang dulu kami rasakan kini berubah menjadi kesejukan yang luar biasa, rerumputan yang dulu enggan untuk tumbuh, kini tak sedikit para pengembala sapi datang ke tempat kami untuk menyabit, pohon yang dulu hanya sebatas pinggang kini sudah tak mampu tuk saya jumpai daunnya, lampu sudah tak menjadi permasalahan, di setiap sudut area  sudah terpasang dengan tiang sederhana menjulang tinggi.

Air yang dulu dipakai mandi berasal dari kolam ikan, kini sumur bor siap membasahi setiap badan yang berkeringat, bahkan beberapa waktu silam, seorang team survieyor asal jawa mendatangi tempat kami  dan mengambil sampel untuk mengetahui kandungan air yang ada disini, hasilnya sangat mengejutkan bahwa kandungan air yang ada ditempat ini jauh lebih bagus dari produk air gelasan yang beredar di pulau Lombok. 
Masih teringat jelas satu tahun silam, bagaimana keringnya jalan utama, masuk ke tempat yang kini menjadi persinggahanku. pohon-pohon masih sangat terlalu kecil untuk meneduhkan panasnya matahari di musim kemarau tiba. rerumputanpun ikut tak menunjukan partisipasinya meramaikan tanah yang kini kami sebut sebagai tanah kampung naga. karena hanya ada naga yang berdiri melilit tiang beton sepanjang satu setengah meter.
di kala malam tiba, suasana seperti tak ada kehidupan yang sesungguhnya. hanya ada bantuan secercah cahaya lilin yang tak pernah saya tak syukuri. desel yang kami punya hanya di nyalakan saat ada siaran tv yang sangat menarik. Liga championpun tak setiap malam dapat kami tonton, hanya pada pertandingan yang kami anggap memanas baru kemudian kami tergesa-gesa mencari bensin untuk menghidupkan desel. 

Saat itu, saya baru duduk di semester III di salah satu kampus negeri di mataram, (IAIN Mataram) setiap ingin berangkat kuliah harus mandi dengan bekas ikan, karena memang air kamar mandi di alirkan dari sana, syukurnya adalah saya tak pernah merasakan sakit kulit seperti perkiraan para dokter yang ketika kita menggunakan air yang kurang bersih untuk mandi dan lain sebagainya maka kita akan sering terkena penyakit, dalam hati saya membantin dan bersyukur inilah berkah tuhan atas niat ikhlas melakukan perbuatan baik.*

KEAJAIBAN MIMPI

Posted by Unknown
Awal dulu duduk di bangku aliyah, aku punya mimpi bisa pergi ke luar daerah menggunakan kapal, bagi ku itu mimpi yang lumayan berat, melihat ekonomi keluarga ku yang tak begitu meyakinkan dan kemampuan yang ku miliki tak seberapa, bulan demi bulan hingga berlipat menjadi sebuah tahun, mimpi itu semakin tak terbayang karena tidak ada tanda tanda aku bisa menggapainya, setelah baca buku tentang kekuatan mimpi, aku akhirnya kembali merangkul dan memegang erat mimpi itu, mencoba menelusuri bagaimana supaya bisa tercapai.
 hingga di akhir bangku aliyah, aku dapat tawaran beasiswa full S1 dari kepala sekolah utk melanjutkan pendidikan ke salah satu perguruan tinggi terkenal di jogja "UGM", rasanya aku sangat senang, akhirnya mimpi itu segera akan tercapai melebihi dari yang ku impikan, tapi tuhan berkata lain, setelah berkas aku kumpulkan dan lengkapi, di hari H aku dan bersama salah satu kawan cewek ku harus test ternyata guru yang akan membawa kami test pergi ke acara pernikahan salah satu guru pondok ku, sehingga kami tak bisa mengahadiri moment yang sangat berharga itu, dan di nyatakan tidak masuk kategori.
Sekitar satul kilo dari perumahan masyarakat Tanak Beak ke arah barat menuju Bengkel dan sekitar 500 meter dari perumahan masyarakat Tanak Beak Dasan ke arah timur menuju Kantor Desa Tanak Beak. di sinilah jalur yang semua masyarakat sekitar memanggilnya jalur Rawan, bagaimana tidak, sekitar 5 tahun silam, jalur inilah yang sering di gunakan oleh para pencuri maupun perampok untuk membawa hasil curian dan rampokan yang mereka dapatkan. dan di jalur ini pula masyarakat sering di cegat lalu barang-barangnya diambil.
Di jalur inilah bangunan Pesantren Darul Hikmah Didirikan, awalnya banyak masyarakat yang meragukan kelanjutan dari pembangunan pesantren ini, melihat kejadian-kejadian yang pernah di alami oleh sebagian masyarakat sekitar. Tapi karena keyakinan pimpinan pesantren, pembangunan terus dilanjutkan, dengan harapan, kedepannya justru jalur ini menjadi jalur yang aman oleh semua orang karena keberadaan pesantren ini.
Tiga tahun sudah kini jalur itu mulai ramai dan aman, banyak orang yang berlalu lalang hingga larut, sampai kadang jam tiga malam masih ada suara motor yang terdengar melewati jalur tersebut, berbeda dengan sebelum pesantren ini ada, jangankan jam tiga, jam delapan waktu isya’ pun sudah tidak ada satupun terdengar knalpot motor. Apalagi sampai harus jalan kaki.
Dari hari ke hari sudah banyak masyarakat yang datang langsung ke pesantren sekedar bercerita betapa senangnya pesantren ini ada, karena mereka sudah tidak lagi takut dan was was melewati jalur ini hingga jam berapapun.
Selain takut dengan itu, masyarakat yang mem
Sekitar satul kilo dari perumahan masyarakat Tanak Beak ke arah barat menuju Bengkel dan sekitar 500 meter dari perumahan masyarakat Tanak Beak Dasan ke arah timur menuju Kantor Desa Tanak Beak. di sinilah jalur yang semua masyarakat sekitar memanggilnya jalur Rawan, bagaimana tidak, sekitar 5 tahun silam, jalur inilah yang sering di gunakan oleh para pencuri maupun perampok untuk membawa hasil curian dan rampokan yang mereka dapatkan. dan di jalur ini pula masyarakat sering di cegat lalu barang-barangnya diambil.
Di jalur inilah bangunan Pesantren Darul Hikmah Didirikan, awalnya banyak masyarakat yang meragukan kelanjutan dari pembangunan pesantren ini, melihat kejadian-kejadian yang pernah di alami oleh sebagian masyarakat sekitar. Tapi karena keyakinan pimpinan pesantren, pembangunan terus dilanjutkan, dengan harapan, kedepannya justru jalur ini menjadi jalur yang aman oleh semua orang karena keberadaan pesantren ini.
Tiga tahun sudah kini jalur itu mulai ramai dan aman, banyak orang yang berlalu lalang hingga larut, sampai kadang jam tiga malam masih ada suara motor yang terdengar melewati jalur tersebut, berbeda dengan sebelum pesantren ini ada, jangankan jam tiga, jam delapan waktu isya’ pun sudah tidak ada satupun terdengar knalpot motor. Apalagi sampai harus jalan kaki.
Dari hari ke hari sudah banyak masyarakat yang datang langsung ke pesantren sekedar bercerita betapa senangnya pesantren ini ada, karena mereka sudah tidak lagi takut dan was was melewati jalur ini hingga jam berapapun.
Selain takut dengan itu, masyarakat yang mem

AKU DAN KOTA BANDUNG

Posted by Unknown
Hari/tgl : jumat 14-juni 2013
Hari jumat saat setelah menyelesaikan kuliahku tepatnya jam 11 Saya langsung meluncur kembali ke pondok tercinta, di pondok, Saya lihat kumpulan teman teman ku yang di pimpin orang yang selama ini Saya banggakan, mamik Khalil, Saya menyebut mamik karena sudah sepantasnya Beliau memamakai gelar itu, melihat apa yang beliau miliki (ilmu) dan apa yang sudah beliau perbuat untuk pondok ini. Saya ucap salam dan mencium tangannya berjabat, jejeran Koran di depannya menggerakan kan ku untuk ikut membaca berita hari itu, dengan teliti Saya melihat beliau membalikan setiap halaman sambil melingkari setiap nama yang beliau kenal di halaman itu dengan polpen hitam di tangan kanannya, Koran hari jumat tanggal 14 juni di halam 10 dengan topic  besar di atas halaman  itu, NAMA CALON SEMENTARA LEGISLATIF, setelah beberapa menit Saya baru sadar kenapa beliu hanya membolak balikan halaman yang hanya memiliki judul yang sama itu.
Di temani salah satu kawan ku, Mr Ma’un, beliau mencari nama-nama calon legislatif yang menjadi sasaran undangan pada acara pergantian OSDH yang akan kami laksanankan nanti pada tanggal 22 bulan itu, dari nama calon sebanyak itu, beliau hanya melingkari nama nama yang menurutnya dekat dari lokasi untuk di undang. Mr Ma’un yang saat itu di tugaskan untuk menulis ulang ke buku pribadinya dengan cekat menuliskan nama nama yang akan di kirimi surat undangan, lalu pergi meninggalkan kami setelah selesai menuliskan nama nama itu di bukunya untuk membuat surat yang di maksud secepatnya.
Koran yang berceceran kini perlahan bukan menjadi focus perkumpulan pagi menjelang siang itu, galak tawa mulai keluar dari mulutnya seperti perkumpulan yang biasa kami lakukan, selalu ada tawa di sela perkumpulan serius membahas tentang perkembangan pondok. Mata ku menatap arah duduknya berharap ia menyinggung tentang keberangkatanku ke bandung, beliau menatap Saya cemas seolah bisa membaca hati ku, lalu beliau membukanya dengan bertanya,”sudah pernah di kontak dari kantor” dengan halus ia mengutarakan pertanyaan itu, dan dengan hati hati pula saya mencoba mengatur kata kata menjawab pertanyaannya, “ belum mik” sedikit kecewa dan khawtir karena satu hari lagi dari keberangkatan, sedang tiket belum saya lihat, beliau memang pintar membaca hati orang, seolah ia tahu perasaan kawatirku, beliau  mencoba meyakinkan ku dan berkata “ di tunggu aja mungkin nanti jam 3 antum di panggil”. sedikit lega karena ada kepastian walaupun saya tak tahu apakah kata kata itu hanya bertujuan untuk menghibur ku.
Kami masih duduk bersama di depan kantor sederhana bersekatkan bedek, di sela keteganganku, Handphone yang  tersimpan di saku tiba tiba berbunyi, berharap itu dari salah satu staff kantor kemenag yang mamik tadi maksud, satu massage di terima, tanpa saya pedulikan siapa yang mengirimi pesan, saya langsung membaca isinya, dan Alhamdulillah harapan ku benar, kecemasan ku hilang, ia menyuruhku datang mengambil tiket dan surat tugas ke kantornya jam 3 sore nanti. Saya tak membalasnya panjang, sampai salam pun lupa karena kebahagiaan ku membeludak sehingga hanya membalas bilang “Nggih pak”.
Ingin rasanya pergi dari tempat duduk itu, dan bersujud syukur karena ini adalah kepergian pertamaku keluar kota di tambah dengan tidak ada biaya yang harus saya keluarkan. tapi saya tak seceroboh itu, kesenangan itu saya simpan rapat-rapat dalam hati dan tetep bertahan duduk bersamanya.
Jam menunjukan pukul 12 siang itu, suara lantunan ngaji di setiap masjid terdengar dengan indahnya, menyadarkan kami kalau hari itu adalah hari jumat, ia terlihat bergegas dan menyuruh kami bersiap-siap untuk jum’atan. Setelah itu beliau mengucapkan salam lalu pergi meninggalkan kami. Saya langsung masuk kamar dan sujud sukur sambil beberapa kali mengucapkan Alhamdulillah di sana.
Tak terasa azan shalat jumat sudah di komandangkan, saya bangkit dan segera bersiap-siap  untuk memenuhi panggilannya. Dengan pakian sederahana saya siap berangkat jum’atan dan menghidupkan mesin si kuning yang sudah beberapa tahun ini menemani perjalanan ku. Tiba di masjid, saya ambil air wudhu karena tadi tidak sempat ambil air wudhu di pondok takut telat. Setelah urutan wudhu selesai saya lakukan lalu menaiki masjid dan shalat dua rakaat di sana.
Beberapa menit kemudian Khutbah telah selasai di bacakan, salah satu warga yang bertugas hari itupun mengomandangkan iqomah pertanda shalat jumaat akan segera kita mulai. Dengan pakian serba putih Kiyai yang selama ini di percayakan masyarakat untuk memimpinya dengan mantap mengambil posisi di depan makmum sebagai imam. Seperti biasa sebelum ia mulai shalatnya ia tak pernah lupa mengingatkan mamkmumnya untuk merapikan dan merapatkan shafnya.
Jam dinding masjid itu menunjukan jam 01.30 amalan shalat jumat telah selasai kami baca, masjid yang terletak di Dasan, Desa Tanak Beak ini memang memiliki keunikan dalam berjamaah shalat jumat, ia masjid yang paling cepat menyelasiakan jum’atannya disbanding masjid lainnya di Desa. Sepertinya ia bisa membaca keadaan masyarakatnya yang kian hari sudah tidak terlalu senang dengan jumatan yang prosesnya lama seperti halnya masjid masjid besar di kota.
Siang itu entah kenapa nafsu makan saya tidak ada, saya juga tidak tahu kenapa satu minggu belakangan ini badan ku terasa tidak  fit, sehingga tak jarang pak zul kepala sekolah ku yang juga salah satu orang yang saya banggakan di pondok ini mengeledek bilang “ tidak usah tegang naik pesawat tad, naik pesawa itu santai ja tidak lebih seperti naik mobil” Saya hanya merespon dengan Senyuman manis padanya. Saat itu memang wajah saya terlihat sedikit pucat tapi bukan karena saya takut akan naik pesawat walaupun ini adalah pertama kalinya saya akan terbang menyebrangi lautan menggunakant pesaawat.
Matahari perlahan bergeser kearah barat, saya lihat jam di handphoneku sudah menunjukan pukul 02.30 teringat kalau hari ini, saya ada janji dengan salah satu staff yang mengurus keberangkatan ku, dengan cepat saya memecet tombol Handphone dan mencari kontak teman yang akan menjadi fatner saya berangkat ke bandung, Ustad Yusron namanya, lalu mengirimnya pesan dan mengajak beliau ketemu nanti di kantor kemenag NTB. karena saya tidak  pernah bertemu  beliau sebelumnya. Ia hanya memberitahu via handphone kalau keberangkatan kebandung nanti bersama dengannya. Setelah pesan pendek saya kirim, tak  lama kemudian ia membalas dan menyetujui perjanjian itu.
Kurang lebih 30 menit Saya habiskan perjalanan dari pondok ke mataram, di perjalanan Handphone saya berdering satu panggilan masuk, karena saat itu saya berada di lampu merah dan kebetulan sedang menyala merah, dengan segera saya ambil Handphone yang saya letakan di kantong celana sebelah kiri dan melihat ternyata Ustad Yusron. langsung saja saya menekan tombol warna hijau dan mengucapkan salam untuknya “ assalmukum tad, napi?  saya awali percakapan via handphone itu, dengan suara lembut dan sopan ia menjawab salam ku, “walaikumslam, saya udah di kantor ini, antum di mana?” sambil sedikit bergegas karena klakson mobil yang berada di belakang sudah mulai berbunyi “ana di jalan tad bentar lagi nyampe, tunggu aja bentar” kayaknya dia paham kalau dalam perjalanan pasti tidak aman untuk keselamatan jika melanjutkan pembicaraan lewat telpon, lalu ia akhiri percakapan singkat itu dengan mengucap salam dan berpesan agar saya hati hati di jalan.
saya paksakan si kuning berlari lebih cepat lagi, karena takut membuat ia kecewa menunggu lama,  tak samapi 10 menit dari jarak kami ngomong, akhirnya sampai juga di kantor wilayah kemenag NTB tepatnya di utara kantor imigrasi depan sebelah selatan kantor DPRD NTB. Saya beranikan diri memasuki kantor yang cukup mewah itu, dan bertanya di security yang bertugas hari itu, “ assalamualaikum pak, ruang tempat mengurus kepergian ke bandung untuk pengembangan KTSP pondok pesantresn salafiyah di mana ya”? saya melihat ada tanda Tanya di atas kepalanya “maaf pak, kalau yang itu saya tidak tahu, cobak masuk aja ke dalam nanti bertanya di sana”?  
PD saja saya masuk walaupun sebenarnya tidak tahu mau masuk ke ruangan mana, tiba tiba terbesit di kepala kalau teman sekepentingan denganku itu sudah sampai duluan di sana, lagi lagi saya  mencari kontak ustad yusron dan menelponya, “ tad ana udah nyampe kantor ni, antum di mana?”  Suara angin ternyata mendominasi sehingga suaranya agak kabur, beberapa kali saya bilang hallo namun suaranya tetap tak jelas, perlahan suaranya mulai kedengaran, nampaknya tadi ia berjalan kearah bawah karena sebelumnya ia sudah berada di tempat pengambilan surat tugas di lantai 2, “ saya sedang  menuju ke lantai satu ini” antum di mana”? hehe dalam hati saya ketawa, ternyata bukan saya yang menghampiri tapi memang kebetulan saja dia ke lantai satu dan akhirnya bertemu di sana.
“Ustad yusron ya”? saya awali percakapan langsung  untuk pertama kali dengannya  dan saling menjabat tangan, “nggih saya yusron” dia tak bertanya banyak tentang saya saat itu, dalam hati saya bergumam, ooo ini toh namanya ustad yusron, ternyata orangnya sudah lebih berumur dariku, tapi ia tetap sopan dan menghormati saya meski umur kami jauh terpaut, itu lah yang membuat saya juga segan dengannya.
Setelah menaiki beberapa anak tangga, kami berdua akhirnya sampai di ruangan tempat pengambilan surat tugas, salah seorang laki laki yang juga merupakan staff  kantor itu member kami sebuah amplove berisi tiket pulang pergi, dengan ternsenyum saya  mernerima amplove itu, lalu kami pegi meninggalkan ruang ber AC itu dengan tujuan bandung di benak kami. Di sela perjalanan menuju tempat parkir,  kami bercakap cakap sehingaa kami sedikit saling tahu satu sama lain, tak terasa anak tangga yang kami lewati sudah habis kami pijaki tempat parkirpun sudah terlihat di depan mata, saya  tak bisa banyak ngobrol saat itu, dia pun sama, akhirnya kami akhiri pertemuan sore itu, dengan berjabat tangan dan berharap esok kami ketemu di bandara soekarno hatta di Jakarta, karena setelah melihat tiket ku, ternyata jadwal kebarangkatanku berbeda dengan nya, saya  lebih awal satu jam.
Malam terlihat sunyi semua santri sibuk dengan buku yang ada di depannya, sesekali suara kodok menghibur kami dengan suaranya yang menggelitikan telinga, tas ransel warna hitam sudah siap saya  bawa, karena habis pulang dari kantor kanwil tadi sore saya  langsung menyiapkan pakian dan kebutuhan yang harus di bawa, rasanya pingin malam itu cepat cepat tidur supaya perjalanan esok tidak ada kendala soal tenaga, tapi mata ini tetap tak bisa tertutup, masih membayangkan gimana cara menaiki pesawa dan prosedur masuk bandara, karena selama ini saya  hanya tau teori kalau berpergian harus melalui check in, dan menuggu di waiting room setelah mendapat boarding pas di tempat check in.
Malam semakin larut, saya paksakan mata ini terpejam dan melayang ke dunia kapuk, mimpi malam itu tidak saya hiraukan. setelah pukul 04.00 salah seorang teman membangkukan ku dari mimpi yang tak sempat saya ingat itu dan segera menuju kamar kecil.
******
BANDARA INTERNASIONAL LOMBOK (BIL)
15 juni 2013
Jam menunjukan pukul 04.15 pagi, mobil zebra hitam memecah keheningan malam dan meluncur ke arah timur selatan menuju BIL (bandara internasional lombok) pak zul yang saat itu mengendarai mobil terlihat pede sehingga larinya lebih kenceng dari sebelumnya, berbeda dengan kawan sebelah kiriku, pak zun, pagi itu kelihatan sangat capek sehingga tertidur pulas karena tadi malam tidak tidur menjaga pondok di waktu malam (bolis), sekitar 45 menit mobil itu berlari kenceng, akhirnya sampai juga di tujuan.
saya  ambil tas ransel warna hitam bermerkan shicata  itu dan keluar dari mobil yang membawaku dari awal. tubuh ku gerogi selain karena dinginnya malam, ini adalah awal saya  mengikuti prosedur masuk bandara. Saya  masih tetap berdiri di depan gate keberangkatan, saya perhatikan layar TV yang entah apa namanya saya  tidak tahu, yang jelas di sana tempat melihat informasi pesawat yang akan berangkat dan yang akan datang. Sambil menunggu kedatangan pak zul yang katanya mau parkir mobil.
saya lihat dengan teliti dan menemukan informasi pesawat lion Air tujuan Jakarta akan berangkat jam 06.55 dan sudah membuka check in.  jam di handphone menunjukan pukul 5.15 namun pak zul belum kelihatan melangkahkan kakinya, setelah beberapa menit akhirnya dengan baju putih kaos kotak kotak, ia menhampiri ku dengan senyum dan melepas keberangkatan ku. Saya cium tangan dua orang kawan sekaligus guru ku itu dan beliau berpesan “baik-baik di sana, jangan lupa telpon atau kasih kabar kalau sudah sampe Jakarta”.
Pagi itu masih kelihatan gelap, mata saya masih tetap tertuju pada dua guru ku yang melangkah ke arah tempat mobil diparkir lalu perlahan menghilang, setelah mereka  benar benar tidak kelihatan lagi, saya  baru masuk dan check in di dalam bandara.
Setelah check in dan mendapatkan boarding pass, saya  langsung menuju kearah ruang tunggu pesawat, sampai di sana pintunya masih tertutup, belum ada keliatan satu orangpun petugas di sana, dua orang sebaya dengan ku terlihat gelisah di kursi luar waiting room, ku hampiri dan bertanya, “ dari mana bang” dengan logat bimanya ia menjawab “ dari bima bang mau ke Kalimantan tapi transit di Jakarta”  saya  belum menanyakan mau kemana malah ia sudah beri tahu saya  tujuannya, belum sempat saya  bertanya kembali eehh malah ia bertanya lagi, “kalau abang mau kemana” “ saya  mau ke bandung,” sambil tersenyum ke arahnya, setelah beberapa menit ngobrol dengan orang bima itu, seorang laki-laki berbaju putih kelihatan tergesa-gesa menghampiri pintu ruang tunggu nampaknya ia sadar kalau ia telat membukakan kami pintu sehingga membuat para penumpang banyak menunggu di luar ruang tunggu, setelah ia berhasil membuka pintu, ayunan tangan kearah semua penumpang ia lambaikan pertanda kami harus masuk, sebelum saya  duduk manis di kursi ruang tunggu, saya  harus melewati mesin pendeteksi dulu, jangan-jangan ada sesuatu yang membuat bahaya orang banyak dari barang barang yang saya bawa, Alhamdulillah setelah ia menggeledah jaket dan beberapa kantong celana ia kemudian menyuruhku mengambil tas dan mempersilahkan duduk di kursi.
saya pandangi setiap sudut ruangan itu, semua penumpang terlihat sibuk dengan bawaannya, tak ada yang saling memperhatikan kecuali beberapa ibu ibu sedang asyik mengobrol dengan kawan sebayanya, entah apa topik pembahasannya hingga ia tak hiraukan penumpang lain yang berada di samping duduknya dari tadi.
 sudah dua kali pengeras suara terdengar menghimbau agar penumpang segera  memasuki ruang tunggu, namun kawanan ibu ibu tadi tetap tak menghiraukan suasana itu, hingga himbauan terakhir dengan lancarnya sang petugas bandara melalui pengeras suaranya menyuruh kami agar menaiki pesawat, Nampaknya jam sudah menunjukan pukul 06.00 WITA tepat dengan yang ada di tiket ku, dalam hati saya  bersykur, kali ini pesawat Lion Air yang terkenal dengan tradisi delay nya tak berlaku. setelah himbauan tadi semua penumpang terlihat buru buru menuju gerbang masuk menuju pesawat, sambil menyodorkan boarding pass dan di lengkapi dengan kartu identitas (KTP/SIM) kami memasuki tubuh pesawat warna putih yang bertuliskan Lion Air di tubuh sejajar dengan jendela pesawat.

DALAM PESAWAT
Setelah memasukan tas ke dalam bagasi, saya  lihat kembali boarding pass yang dari tadi saya genggam dengan sangat erat, untuk meyakinkan diri kalau kursi yang akan saya  duduki benar dan sesuai dengan yang tertera di kertas kecil warna putih itu, saya perhatikan baik baik di setiap jejeran kursi yang sudah tertata rapi sambil mencari nomor yang pas dengan yang sudah saya  pegang, 7D. nomor ganjil yang memiliki posisi agak depan dari bagian pesawat, membuat saya cepat menemukan nomor yang sebentar lagi akan saya  duduki karena memang saya  memasuki pesawat  melalui depan, sedangkan penumpang yang seatnya di atas 20 memasuki pesawat melauli belakang dan harus turun ke daratan bandara.
Tiga orang pramugari berpakian batik kemerahan terlihat sibuk memeriksa setiap bagasi dan menutupnya jika sudah penuh, penumpang kini sudah duduk rapi di kursinya masing masing tak terkecuali saya , suara besi yang menjadi kepala sabuk pengaman terdengar seperti lantunan lagu acapela yang pernah kami mainkan di pondok bersama tujuh laskar cheng ho[2]Kepala ku melirik teman di samping yang dari tadi tertidur pulas, berharap ia memberi contoh cara menggunakan sabuk pengaman pesawat itu, sedikitpun saya  tak mendapatkan kemahiran di sana, akhirnya saya  nekat dan mencoba sendiri, saat sabuk itu saya  eratkan perutku terasa sedikit meronta karena terlalu erat, saya  panik tapi tak berani memperlihatkan kepanikan ku, karena malu jadi bahan ketawaan seisi pesawat, saya  tahan sambil mencoba untuk mengendorkan sabuk itu, setelah beberapa cara saya  gunakan akhirnya, perutku kembali terasa normal karena berhasil saya  kendorkan.
Bunyi suara mesin pesawat yang saat itu saya  tumpangi mulai menggaung di telinga, perlahan ia mulai berjalan menyusuri landasan. para pramugari dan pramugara mengambil posisi untuk memberitahu kami cara menggunakan sabuk pengaman dan memakai pelampung jika nanti penerbangan dalam keadaan tidak baik. para penumpang juga di larang menghidupkan Handphone dan alat elektronik lainya karena dapat mengganggu system selama penerbangan.  mereka terlihat kompak dan bersemangat, tak jarang ia mengembangkan mulutnya dan tersenyum manis membuat ia kelihatan sempurna. Sambil pesawat mengambil ancang ancang untuk tinggal landas ia manfaatkan waktu yang sedikit itu untuk breafing kami.
Pesawat itu semakin bertambah kecepatannya, tak lupa pramugari sekali lagi mengingatkan kami agar sabuk pengaman di gunakan, wussssss suara mesin pesawat itu meninggalkan bandara dan terbang, huhhh dalam hati saya  bergumam “jadi begini rasanya naik pesawat, cukup ekstrim dan membuat sedikit tegang”.
********
DI BANDARA INTERNASIONAL SOEKARNO-HATTA
Setelah sekitar dua jam di atas udara bersama Lion Air, kini pesawat itu mendarat di bandara soekarno hatta, namun dua puluh menit sebelum roda pesawat menyentuh landasan, kami kembali di ingatkan untuk mengenakan sabuk pengaman, karena biasanya saat pesawat landing saat itu pula sabuk pengaman di butuhkan. Dari ketinggian kira-kira seratus kaki terlihat bangunan bertingkat menjulang tinggi mengarah ke angkasa, air laut terlihat tenang dengan warna khasnya, cuaca pagi itu juga sangat mendukung sehingga ibu kota dari udara kelihatan sangat indah.
Roda pesawat kini sudah menyentuh daratan bandara Soekarno Hatta, suara roda pesawat  yang di rem sangat menakutkan sebagian penumpang yang yang belum terbiasa mendarat. Alhamdulillah setelah jarak beberapa meter, suara roda itu tak kedengaran dan pesawat terlihat jinak oleh para pilot handal yang membawa kami saat itu. Perlahan pesawat itu berjalan layaknya mobil yang berlari di jalan raya hingga kami tiba di tempat penuruan penumpang.
Tas ransel yang di dalamnya berisi pakian sudah di pundakku, terlihat penumpang berdesak desakan mengantri tak tahan ingin cepat keluar dari badan pesawat, karena posisi ku lumayan dekat dari pintu keluar membuat ku tak banyak menghabiskan tenaga mengantri keluar. Setelah berhasil keluar dari badan pesawat, saya  ambil handphone di kantong sebelah kananku yang dari dua jam yang lalu saya  switch off atas perintah dan keamanan penerbangan, lalu menghidupkannya kembali, Beberapa sms yang masuk tak saya hiraukan. yang pertama kali saya  lakukan adalah mencari kontak dua teman bima ku yang barusan saja saya  kenal dan mengajak mereka jalan bareng menuju terminal kedatangan penumpang, Karena jujur saja ini adalah kali pertama saya  menginjak kan kaki di Jakarta, jadi semua terlihat awam dan tentunya saya  butuh kawan untuk mengobrol. Saya  tak mikir panjang lagi, saya tekan tombol memanggil setelah nama arief saya  temukan di kontak handphone. Sambil menengok mereka dari jendela atas, Hanphone tetap saya posisikan di telinga sebelah kiri, mereka baru saja keluar dari jebakan antrian panjang keluar pesawat namun panggilan ku tak juga di angkat, ia kelihatan sibuk dengan barang bawaanya hingga tak sempat mengambil Handphone yang entah di mana ia taruh. Saya  paham dengan kondisinya  dan memutuskan untuk  memberanikan diri di mana gerbang yang akan ia tuju. Bermaksud bertemu di sana. Ternyata tuhan tahu bagaimana kami saling membutuhkan sehingga kami di pertemukan di gerbang lantai satu menuju terminal IB.
Ia melambaikan tangan ke arahku, tapi saya  tak membalas dengan hal yang sama hanya membalasnya dengan senyum. dengan logat khas bimanya ia awali percakapan seasion kedua setelah pertemuan pagi di BIL, “ apa abang langsung berangkat ke bandung” ? nampaknya abang adalah panggilan khas kota bima yang sering ia lontarkan ketika menyapa orang yang lebih tua darinya, “tidak saya  mau tunggu teman dulu” kataku sambil berjalan beriringan keluar dengannya, di terminal saya  baru tahu setelah melihat tiket transitnya kalau tujuan aslinya adalah Kalimantan, tapi transit di Jakarta. Belum sempat kami sampai di pintu kedatangan Seorang petugas bandara sambil melambaikan tangannya menginstruksikan penumpang yang transit untuk segera di data sesuai dengan tujuannya. Ia tak memperhatikan orang yang menggunakan sergam merah itu, perhatiannya ternyata cukup focus ke arah ku. Untungnya saya  tahu kalau ia juga salah satu penumpang yang transit di sana, saya ambil tiketnya dan mendafarkan namanya, sambil mengerutkan dahinya petugas itu bertanya “ apa ada barang yang di bagasikan ”? saya  tidak tahu persis jawabannya karena itu bukan tiket milikku, karena ia berada dekat di sampingku dan mendengar pertanyaan yang di lontarkan sepontan saja ia menjawab, “ ia ada” petugas itu  lalu melanjutkan pertanyaan  yang berbeda, “ barang bagasinya mana”? kali ini muka cerianya tiba tiba berubah menjadi expersi yang tak pernah  saya  ingin lihat, wajahnya  tiba tiba merah dan ia kelihatan panic, ternyata bagasinya belum sempat ia ambil, saya  yang di belakangnya berdiri sambil menekan nekan tombol handphone sedang chating dengan kawan ku di Lombok sudah tahu kenapa ia pasang expresi seperti itu, saya  akhirnya mengambil alih pembicaraan dan bertanya, “kalau bagasi yang belum sempat di ambil, ngambilnya di mana mba”? dengan senyum ia menjawab “ mas harus balik lagi ke terminal di mana mas turun dari pesawat”. Waduhhh dalam hati saya  terkejut, bagaimana tidak  jarak terminal tempat saya  turun dengan tempat saya  berdiri  saat ini lumayan jauh, kira kira 500 meter yang di tempuh sekitar 15 menit dengan jalan kaki, saya  sembunyikan keluhan hati itu dan mengajaknya kembali ke terminal yang di maksud.
Langkah kakiku sengaja saya percepat, karena takutnya nanti teman yang saya tunggu malah sudah datang dan pergi meninggalkan ku sendirian. Sampai di terminal ia engos engosan nampaknya ia tidak  biasa jalan secepat saat itu. Tanpa saya pedulikan keadaanya karena yang terpenting adalah barangnya ia temukan dan terenyum kembali, saya beranikan diri mengahadapi salah satu petugas bandara saati itu dan bertanya bagaiamana mengambil bagasi yang tak sempat di ambil ketika turun dari pesawat tadi, dengan sebuah HT di tangannya ia kelihatan sangat sibuk sedang berkomunikasi dengan sejawatnya, sehingga ia tak menggubris pertanyaanku, tanpa putus asa saya ulangi pertanyan yang sama dan sedikit perlembut bahasanya. Akhirnya ia pun tersadar dan mengarahkan kami sampai akhirnya kami menemukan barang itu.
Sudah hampir satu jam kami berkeliaran tanpa tahu arah namun punya tujuan yang jelas, kejadian itu membuat kami perlahan menjadi sangat dekat layaknya sahabat yang sudah lama saling mengenal. Setelah barang itu kini berada ditangannya, Akhirnya tibalah saatnya kami harus berpisah dan hari itu pertemuan pertama sekaligus terakhir kami sampai sekarang.




Welcome to My Blog

Popular Post

My Blog List

Footer Widget 1

Texts

Footer Widget 3

Recent Posts

Label

Trending Topic

Download

Blogger Tricks

Blogger Themes

Terbaru

Fakta

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © 2013 Artikel Mahasiswa -Dark Amaterasu Template -